Selasa, 16 April 2013

SURVEI KINERJA PEMERINTAH TERHADAP KONDISI EKONOMI NASIONAL SEKARANG


TUGAS METODE ILMIAH
“ SURVEI KINERJA PEMERINTAH TERHADAP KONDISI EKONOMI NASIONAL SEKARANG”
 


 
                                                                       
 
Oleh :
Widi Sayanda
05101001027



JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011/2012



SURVEI KEPUASAN KONDISIN EKONOMI NASIONAL SEKARANG

Kondisi ekonomi nasional mengalami fluktuasi, ini terjadi dalam periode   September 2003 sampai dengan Septermber 2009. Dalam hal ini melihat  indikator kemiskinan dan pengangguran, data dilihat dari jumlah pengangguran dalam periode 2004 sampai dengan 2009.
Fakta menunjukkan pada tahun 2004 jumlah pengangguran berada pada 9,86 persen, terjadi penurunan jumlah pengangguran pada tahun 2009 menjadi 9,86 persen.  Secara absolut jumlah pengangguran pada tahun 2004 adalah 10,25 juta orang, menjadi 9,26 juta orang pada tahun 2009. Tidak hanya dilihat dari jumlah pengangguran. Penilaian publik dibidang pendidikan dan kesehatan secara umum juga makin positif. Sosialisai  program sekolah gratis untuk pedidikan dasar 9 tahun dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dll, jamkesmas membuat penilaian publik terhadap pemerintah di dua bidang tersebut mengalami peningkatan.
Penilaian publik terhadap kepuasan kondisi ekonomi nasional. Penilaian pada periode September 2004 sampai dengan September 2009 mengatakan lebih buruk mengalami penurunan. Penilaian kinerja pemerintah paling tinggi adalah pada periode Desember 2005 dan Juni 2008, masing – masing 53% dan 58% ini meru pakan periode dimana dimasa sulitnya ekonomi  dan terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang menjadi penilaian publik buruk terhadap kinerja pemerintah. Kemudian penilaian tersebut yang paling rendah adalah 16% pada periode Juni 2009, hal ini disebabkan oleh beberapa program – program pemerintah yang berpihak pada pengentasan kemiskinan. Seperti pengurangan pengangguran, sekolah gratis, dan Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS).
Penilaian publik yang puas terhadap kinerja pemerintah mengatakan lebih baik, mengalami sedikit fluktuasi pada periode September 2003 sampai Juni 2007. Namun setelah periode tersebut mengalami kenaikan sampai periode September 2009 yang juga merupakan periode dengan kepuasan yang tertinggi, sebanyak 56% masyarakat puas terhadapa kinerja pemerinta. Pada periode September 2003 sampai Juni 2007 yang berubah sedikit karena belum tersentuhnya program – program pemerintah yang berpihak pada masyarakat. Namun pada periode kenaikan sampai periode September 2009 masyarakat menikmati program – program pemerintah, sehingga masyarakat puas terhadap kinerja pemerintah.
Penilaian kinerja pemerintah yang menganggap sama hanya berkisaran 15% - 36% , mereka tidak terpengaruh terhadap program – program pemerintah. Mereka menganggap program tersebut sama saja, dan tidak berpengaruh apa – apa dalam kehidupannya.
Sedangkan penilaian kinerja pemerintah terdapat responden yang tidak tahu terhadap kepuasan ekonomi nasional. Hanya sebagian kecil yang tidak tahu, antara 0% -10%. Mereka tidak terlalu memperhatikan kinerja pemerintah dan ekonomi nasional.
Jadi, dalam penilaian publik terhadap kinerja pemerintah yang mengatakan puas atau lebih baik terletak pada periode September 2009. Pada periode tersebut masyarakat menilai lebih baik sebanyak  56%, menilai sama sebanyak 26%, dan lebih buruk sebanyak 16%. Kemudian penilaian kinerja pemerintahan paling buruk adalah pada periode Juni 2008 dengan 58% yang menilai lebih buruk,sedangkan yang menilai lebih baik 17% dan penilaian sama sebanyak 21%. Penilaian kinerja paling buruk disebabkan adanya kenaikan harga BBM yang mebuat ekonomi masyarakat semakin sulit ekonomi, penilaian lebih baik didukung oleh pemerintah yang mengeluarkan program – program yang pro rakyat.


Sumber :          http://www.lsi.or.id/
diakses  26 November 2011


INTERAKSI SOSIAL SUKU BADUY


MAKALAH DINAMIKA KELOMPOK
INTERAKSI SOSIAL SUKU BADUY


 
                                                                  
Oleh :
Widi Sayanda                        05101001027
Deki Rimon                            05101001032
Randi Safriansyah                05101001051
Yulianto Prabowo                 05101001092
Dedi Kurniawan                    05101001094



JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011/2012

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari – hari kita melakukan komunikasi dengan masyrakat., kegiatan inilah yang disebut interaksi sosial masyarakat. Dalam interaksi ini akan terbentuk kelompok – kelompok, seperti  kelompok belajar, kelompok arisan, kelompok kolektor barang tertentu, kelompok suku adat.
Dalam berinteraksi antar anggota kelompok dapat menimbulkan kerja sama apabila masing-masing anggota kelompok. Bergabung dengan sebuah kelompok merupakan sesuatu yang murni dari diri sendiri atau juga secara kebetulan. Misalnya, seseorang terlahir dalam keluarga tertentu. Namun, ada juga yang merupakan sebuah pilihan.Pengaruh tingkat kedekatan, atau kedekatan geografis, terhadap keterlibatan seseorang dalam sebuah kelompok tidak bisa diukur. Kita membentuk kelompok bermain dengan orang-orang di sekitar kita. Kita bergabung dengan kelompok kegiatan sosial lokal. Kelompok tersusun atas individu-individu yang saling berinteraksi.
Pembentukan kelompok sosial tidak hanya tergantung pada kedekatan fisik, tetapi juga kesamaan di antara anggota-anggotanya. Sudah menjadi kebiasaan, orang leih suka berhubungan dengan orang yang memiliki kesamaan dengan dirinya. Kesamaan yang dimaksud adalah kesamaan minat, kepercayaan, nilai, usia, tingkat intelejensi, atau karakter-karakter personal lain. Kesamaan juga merupakan faktor utama dalam memilih calon pasangan untuk membentuk kelompok sosial yang disebut keluarga.
Dalam pembentukan kelompok, interaksi sangat penting. Karena dengan adanya interaksi/hubungan timbal balik  akan ada proses memberi dan menerima ilmu pengetahuan dari satu anggota  ke anggota yang lain, sehingga transfer ilmu dapat berjalan (kebutuhan akan informasi terpenuhi).

Masyarakat tradisional mempunyai berbagai kearifan dalam proses pembangunan terutama dalam pemanfaatan dan pengeloloaan sumber daya alam lingkungan. Kehidupan mereka yang cenderung beradaptasi dengan lingkungan lebih memiliki aspek keberlanjutan daripada pembangunan yang selama ini dilakukan masyarakat “modern” yang cenderung ekploatif terhadap sumbadaya alam yang ada. Oleh karena itu, kiranya dapat menjadi suatu pemikiran untuk mengangkat kearifan dalam interaksi di masyrakat tradisional Salah satunya adalah masayrakat Suku Baduy
Baduy adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Sebutan “Baduy” merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek Sunda–Banten.
Suku Baduy yang merupakan suku tradisional di Provinsi Banten hampir mayoritasnya mengakui kepercayaan sunda wiwitan.Mayoritas masyarakat Baduy bahasa Sunda namun mereka tak menutup diri untuk terus mempelajari Bahasa nasional   yaitu berbahasa Indonesia.

1.2    Rumusan Masalah

a.       Apa yang dimaksud dengan interaksi sosial?
b.      Bagaimana interaksi sosial dalam masyarakat suku baduy ?



1.3    Tujuan

1.      Mengerti defenisi interaksi sosial dan mengetehaui interaksi sosial dalam masyarakat suku baduy.
2.      Dapat menyimpulkan interaksi sosial dalam masyarakat suku baduy.


























BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Interaksi Sosial
2.1.1 Pengertian  Interaksi Sosial
Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya.
Proses Interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Dan terakhir adalah Makna tidak bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu. Proses tersebut disebut juga dengan interpretative process.
 Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan. Karp dan Yoels menunjukkan beberapa hal yang dapat menjadi sumber informasi bagi dimulainya komunikasi atau interaksi sosial. Sumber Informasi tersebut dapat terbagi dua, yaitu Ciri Fisik dan Penampilan. Ciri Fisik, adalah segala sesuatu yang dimiliki seorang individu sejak lahir yang meliputi jenis kelamin, usia, dan ras. Penampilan di sini dapat meliputi daya tarik fisik, bentuk tubuh, penampilan berbusana, dan wacana.
Interaksi sosial memiliki aturan, dan aturan itu dapat dilihat melalui dimensi ruang dan dimensi waktu dari Robert T Hall dan Definisi Situasi dari W.I. Thomas. Hall membagi ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4 batasan jarak, yaitu jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik. Selain aturan mengenai ruang Hall juga menjelaskan aturan mengenai Waktu. Pada dimensi waktu ini terlihat adanya batasan toleransi waktu yang dapat mempengaruhi bentuk interaksi. Aturan yang terakhir adalah dimensi situasi yang dikemukakan oleh W.I. Thomas. Definisi situasi merupakan penafsiran seseorang sebelum memberikan reaksi. Definisi situasi ini dibuat oleh individu dan masyarakat.

2.1.2 Syarat Terbentuknya Interaksi Sosial
Gillin dan Gillin mengajukan dua syarat yang harus di penuhi agar suatu interaksi sosial itu mungkin terjadi, yaitu: Dua Syarat terjadinya interaksi sosial
1.    Kontak Sosial (social contact)
Kontak sosial berasal dari bahasa latin con atau cum yang berarti bersama-sama dan tango yang berarti menyentuh. Jadi secara harfiah kontak adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah. Sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena orang dapat mengadakan hubungan tanpa harus menyentuhnya, seperti misalnya dengan cara berbicara dengan orang yang bersangkutan. Dengan berkembangnya teknologi dewasa ini, orang-orang dapat berhubungan satu sama lain dengan melalui telepon, telegraf, radio, dan yang lainnya yang tidak perlu memerlukan sentuhan badaniah.
Soerjono Soekanto menambahkan bahwa kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk yakni :
a.    Antara orang perorangan
Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari kebiasaan – kebiasaan dalam keluarganya. Proses demikian terjadi melalui komunikasi, yaitu suatu proses dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana dia menjadi anggota.
b.    Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya
Kontak sosial ini misalnya adalah apabila seseorang merasakna bahwa tindakan- tindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarakat.
c.    Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.
Umpamanya adalah dua partai politik yang bekerja sama untuk mengalahkan partai politik lainnya.
Kontak sosial memiliki beberapa sifat, yaitu kontal sosial positif dan kontak sosial negative. Kontak sosial positif adalah kontak sosial yang mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak sosial negative mengarah kepada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan kontak sosial.
Selain itu kontak sosial juga memiliki sifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, sebaliknya kontak yang sekunder memerlukan suatu perantara.

2.    Komunikasi
Komunikasi adalah bahwa seseorang yang memberi tafsiran kepada orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan. Dengan adanya komunikasi sikap dan perasaan kelompok dapat diketahui olek kelompok lain aatau orang lain. Hal ini kemudain merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya.
Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Seulas senyum misalnya, dapat ditafsirkan sebagai keramah tamahan, sikap bersahabat atau bahkan sebagai sikap sinis dan sikap ingin menunjukan kemenangan. Dengan demikian komunikasi memungkinkan kerja sama antar perorangan dan atau antar kelompok. Tetapi disamping itu juga komunikasi bisa menghasilkan pertikaian yangterjadi karena salah paham yang masing-masing tidak mau mengalah.

2.1.3        Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
1.    Proses Asosiatif (Processes of Association)
a.    Kerja Sama (Cooperation)
Beberapa sosiolog menganggap bahwa kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok. Sosiolog lain menganggap bahwa kerja sama merupakan proses utama. Golongan terakhir tersebut memahamkan kerja sama untuk menggambarkan sebagian besar bentuk-bentuk interaksi sosial atas dasar bahwa segala macam bentuk inetarksi tersebut dapat dikembalikan kepada kerja sama. Kerja sama di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.
Bentuk dan pola-pola kerja sama dapat dijumpai pada semua kelompok manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakkan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja srta balas jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya, keahliankeahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja sama, agar rencana kerja samanya dapat terleksana dengan baik.
Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya (in-group-nya) dan kelompok lainnya (out-group-nya). Kerja sama mungkin akan bertambah kuat apabila ada bahaya luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan luar yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau institusional telah tertanam di dalam kelompok, dalam diri seseorang atau segolongan orang. Kerja sama dapat bersifat agresif apabila kelompok dalam jangka waktu yang lama mengalami kekecewaan sebagai akibat perasaan tidak puas, karena keinginan-keinginan pokoknya tak dapat terpenuhi oleh karena adanya rintangan-rintangan yang bersumber dari luar kelompok itu.
Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama, ada lima bentuk kerja sama, yaitu:
1.    Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong-menolong.
2.    Bargaining
Yakni pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih.
3.    Ko-optasi (Co-optation)
Yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilisasi organisasi yang bersangkutan.
4.    Koalisi (Coalition)
Yaitu kombinasi antara dua ornagisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu, karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Akan tetapi karena maksud utama adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya alaha kooperatif.
5.    Joint-ventrue
Yakni kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya pemboran minyak, pertambangan batu bara, perfilman, perhotelan, dan lain sebagainya.

b.   Akomodasi (Accomodation)
Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses. Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang-peorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan normanorma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan.
Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu pengertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan pengertian adaptasi (adaptation) yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk menunjuk pada suatu proses dimana makhluk-makhluk hidup menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya. Dengan pengertian tersebut dimaksudkan sebagai suatu proses dimana orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang mula-mula saling bertentangan, saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan.
Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan, sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya. Tujuan akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu:
a.    Untuk mengurangi pertentangan antara orang perorangan atau kelompok-
kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham. Akomodasi disini bertujuan untuk menghasilkan suatu sintesa antara kedua pendapat tersebut, agar menghasilkan suatu pola yang baru.
b.    Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu.
c.    Untuk memungkinkan terjadinya kerja sama antara kelompok – kelompok
sosial yang hidupnya terpisah sebagai akibat faktorfaktor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem kasta.
d.   Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah.

Bentuk-bentuk akomodasi
a.    Coercion
Adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya paksaan. Coercion merupakan bentuk akomodasi, dimana salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan pihak lawan. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara fisik (langsung), maupun psikologis (tidak langsung).
b.    Compromise
Adalah suatu bentuk akomodasi dimana pihak – pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk dapat melaksanakan compromise adalah bahwa salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya dan begitu pula sebaliknya.
c.    Arbitration
Merupakan suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri. Pertentangan diselesaikan oleh pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak atau oleh suatu badan yang berkedudukan lebih tinggi dari pihak-pihak bertentangan.
d.   Mediation
Hampir menyerupai arbitration. Pada mediation diundanglah pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada. Tugas pihak ketiga tersebut adalah mengusahakan suatu penyelesaian secara damai. Kedudukan pihak ketiga hanyalah sebagai penasihat belaka, dia tidak berwenang untuk memberi keputusan-keputusan penyelesaian perselisihan tersebut.
e.    Conciliation
Adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama. Conciliation bersifat lebih lunak daripada coercion dan membuka kesempatan bagi pihak-pihak yang bersangkutan untuk mengadakan asimilasi.
f.     Toleration, juga sering disebut sebagai tolerant-participation. Ini merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya. Kadang-kadang toleration timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan, ini disebabkan karena adanya watak orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari suatu perselisihan.
g.    Stalemate, merupakan suatu akomodasi, dimana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya. Hal ini disebabkan oleh karena kedua belah pihak sudah tidak ada kemungkinan lagi baik untuk maju maupun untuk mundur.
h.    Adjudication, yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.

Hasil-hasil akomodasi
a.    Akomodasi, dan integrasi masyarakat, telah berbuat banyak untuk menghindari masyarakat dari benih-benih perentangan latent yang akan melahirkan pertentangan baru.
b.    Menekan oposisi. Seringkali suatu persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu kelompok tertentu demi kerugian pihak lain.
c.    Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda.
d.   Perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau keadaan yang berubah.
e.    Perubahan-perubahan dalam kedudukan.
f.     Akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi.

c.    Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usahausaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.
Secara singkat, proses asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama, walau kadangkala bersifat emosional, dengan tujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling sedikit mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran, dan tindakan. Proses asimilasi timbul bila ada:
1.    Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya.
2.    Orang perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama.
3.    Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri.

Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi adalah:
1.    Toleransi
2.    Kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi
3.    Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya
4.    Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat
5.    Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan
6.    Perkawinan campur (amalgamation)
7.    Adanya musuh bersama di luar.

Faktor-faktor umum yang dapat menjadi penghalang terjadinya asimilasi adalah:
1.    Terisolasi kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat.
2.    Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi.
3.    Perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi.
4.    Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya.
5.    Perbedaan warna kulit atau perbedaan ciri-ciri badaniah.
6.    In-group feeling yang kuat.
7.    Golongan minoritas mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa.
8.    Perbedaan kepentingan dan pertentangan-pertentangan pribadi

2.    Proses Disosiatif
Proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional processes, persis halnya dengan kerja sama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan system social masyarakat bersangkutan.
Apakah suatu masyarakat lebih menekankan pada salah satu bentuk oposisi, atau lebih menghargai kerja sama, hal itu tergantung pada unsure-unsur kebudayaan terutama yang menyangkut system nilai, struktur masayarakat dan system sosialnya. Factor yang paling menentukan adalah system nilai masyarakat tersebut.
Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawanseseoran atau sekelompok manusia, untuk mencapai tujuan tertentu. Terbatasnya makanan, tempat tinggal serta lain-lain factor telah melahirkan beberapa bentuk kerja sama dan oposisi. Pola-pola oposisi tersebut dinamakan juga sebagai perjuangan untuk tetap hidup (struggle for existence). Perlu dijelaskan bahwa pengertian struggle for existence juga dipakai untuk menunjuk kepada suatu keadaan di mana manusia yang satu tergantung pada kehidupan manusia yang lainnya, keadaan mana menimbulkan kerja sama untuk dapat tetap hidup. Perjuangan ini mengarah pada paling sedikit tiga hal yaitu perjuangan manusia melawan sesame, perjuangan manusia melawan makhluk-makhluk jenis lain serta perjuangan manusia melawan alam.
Untuk kepentingan analisis ilmu pengetahuan, oposisi atau proses-proses yang disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu :
a.    Persaingan (competition)
Adalah suatu proses social, di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian public atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Ada beberapa bentuk persaingan, di antaranya :
1.    Persaingan ekonomi.
Timbul karena terbatasnya persediaan apabila dibandingkan dengan jumlah konsumen.
2.    Persaingan kebudayaan
Menyangkut persaingan kebudayaan, keagamaan, lembaga kemasyarakatan seperti pendidikan, dan sebagainya.
3.    Persaingan kedudukan dan peranan
Di dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat keinginan-keingian untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan yang terpandang.
4.    Persaingan ras
Perbedaan ras baik karena perbedaan warna kulit, bentuk tubuh, maupun corak rambut dan sebagainya, hanya merupakan suatu perlambang kesadaran dan sikap atas perbedaanperbedaan dalam kebudayaan.

Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat memiliki beberapa fungsi, antara lain :
1.    Menyalurkan keinginan-keinginan individu ata u kelompok yang bersifat kompetitif
2.    Sebagai jalan di mana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang pada suatu masa menjadi pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing.
3.    Merupakan alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan social
4.    Alat untuk menyaring para warga golongan karya (fungsional) yang akhirnya akan menghaslkan pembagian kerja yang efektif.

Hasil suatu persaingan terkait erat dengan berbagai factor, antara lain :
1.    Kepribadian seseorang
2.    Kemajuan masyarakat
3.    Solidaritas kelompok
4.    Disorganisasi

b.   Kontravensi (contravention)
Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses social yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian.
Bentuk-bentuk kontravensi menurut Leopold von Wiese, dan Howard Becker, ada 5, yaitu :
1.    Yang umum meliputi perbuatan-perbuatan seperti penolakan, keengganan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes, gangguan-gangguan, perbuatan kekerasan, dan mengacaukan rencana pihak lain.
2.    Yang sederhana seperti menyangkal pernyataan orang lain di depan umum, memaki melalui selembaran surat, mencerca, memfitnah, melemparkan beban pembuktian kepada pihak lain, dan sebagainya.
3.    Yang intensif mencakup penghasutan, menyebarkan desas - desus, mengecewakan pihak lain, dsb.
4.    Yang rahasia, seperti mengumumkan rahasia pihak lain, perbuatan khianat, dll.
5.    Yang taktis, misalnya mengejutkan lawan, mengganggu atau membingungkan pihak lain, seperti dalam kampanye parpol dalam pemilihan umum.
Tipe-tipe Kontravens
Menurut von Wiese dan Becker terdapat tiga tipe umum kontravensi yaitu kontravensi generasi masyarakat 9 bentokan antara generasi muda dengan tua karena perbedaan latar belakang pendidikan, usia dan pengalaman), kontravensi yang menyangkut seks (hubungan suami dengan istri dalam keluarga) dan kontravensi parlementer (hubungan antara golongan mayoritas dengan minoritas dalam masyarakat baik yang menyangkut hubungan mereka di dalam lembaga-lembaga legislative, keagamaan, pendidikan, dan seterusnya).
Selain tipe-tipe umum tersebut ada ada pula beberapa kontravensi yang sebenarnya terletak di antara kontravensi dan pertentangan atau pertikaian,yang dimasukkan ke dalam kategori kontravensi, yaitu :
a.    Kontravensi antar masyarakat
b.    Antagonism keagamaan
c.    Kontravensi intelektual
d.   Oposisis moral
Kontravensi, apabila dibandingkan dengan persaingan dan pertentangan bersifat agak tertutup atau rahasia.

c.    Pertentangan atau pertikaian (conflict)
Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses social di mana individu atau kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan dengan ancaman atau kekerasan.
Peyebab terjadinya pertentangan, yaitu :
1.    Perbedaan individu-individu
2.    Perbedaan kebudayaan
3.    Perbedaan kepentingan
4.    Perbedaan sosial
Pertentangan-pertentangan yang menyangkut suatu tujuan, nilai atau kepentingan, sepanjang tidak berlawanan dengan pola-pola hubungan social di dalam srtuktur social tertentu, maka pertentangan-pertentangan tersebut bersifat positif.
Masyarakat biasanya mempunyai alat-alat tertentu untuk menyalurkan benih-benih permusuhan, alat tersebut dalam ilmu sosiologi dinamakan safety-valve institutions yang menyediaka objek-objek tertentu yang dapat mengalihkan perhatian pihak-pihak yang bertikai ke arah lain.
Bentuk-bentuk pertentangan antara lain :
1.    Pertentengan pribadi
2.    Pertentangan rasial
3.    Pertentangan antara kelas-kelas social, umumnya disebabkan oleh karena adanya perbedaan-perbedaan kepentingan.
4.    Pertentangan politik
5.    Pertentangan yang bersifat internasional.

Akibat dari bentuk-bentuk pertentangan adalah sebagai berikut :
1.    Bertambahnya solidaritas “in-group” atau malah sebaliknya yaitu terjadi goyah dan retaknya persatuan kelompok
2.    Perubahan kepribadian
3.    Akomodasi, dominasi dan takluknya satu pihak tertentu

2.1.4         Jenis-jenis Interaksi Sosial
Ada tiga jenis interaksi sosial, yaitu:
1.    Interaksi antara Individu dan Individu.
Pada saat dua individu bertemu, interaksi sosial sudah mulai terjadi. Walaupun kedua individu itu tidak melakukan kegiatan apa-apa, namun sebenarnya interaksi sosial telah terjadi apabila masing-masing pihak sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan dalam diri masing-masing. Hal ini sangat dimungkinkan oleh faktor-faktor tertentu, seperti bau minyak wangi atau bau keringat yang menyengat, bunyi sepatu ketika sedang berjalan dan hal lain yang bisa mengundang reaksi orang lain.
2.    Interaksi antara Kelompok dan Kelompok.
Interaksi jenis ini terjadi pada kelompok sebagai satu kesatuan bukan sebagai pribadi-pribadi anggota kelompok yang bersangkutan. Contohnya, permusuhan antara Indonesia dengan Belanda pada zaman perang fisik.
3.    Interaksi antara Individu dan Kelompok.
Bentuk interaksi di sini berbedabeda sesuai dengan keadaan. Interaksi tersebut lebih mencolok manakala terjadi perbenturan antara kepentingan perorangan dan kepentingan kelompok.

2.1.5         Ciri-ciri Interaksi Sosial
Interaksi sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Ada pelaku dengan jumlah lebih dari satu orang
2.    Ada komunikasi antarpelaku dengan menggunakan simbol-simbol.
3.    Ada dimensi waktu (masa lampau, masa kini, dan masa mendatang) yang menentukan sifat aksi yang sedan berlangsung
4.    Ada tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama tidaknya tujuan tersebut dengan yang diperkirakan oleh pengamat
Tidak semua tindakan merupakan interaksi. Hakikat interaksi terletak pada kesadaran mengarahkan tindakan pada orang lain. Harus ada orientasi timbal-balik antara pihak-pihak yang bersangkutan, tanpa menghiraukan isi perbuatannya: cinta atau benci, kesetiaan atau pengkhianatan, maksud melukai atau menolong.

2.1.6 Faktor-faktor Interaksi Sosial
Kelangsungan interaksi sosial, sekalipun dalam bentuknya yang sederhana, ternyata merupakan proses yang kompleks, tetapi padanya dapat kita beda-bedakan beberapa faktor yang mendasarinys, baik secara tunggal maupun bergabung, yaitu :
1.    Faktor Imitasi
Gabriel Tarde beranggapan bahwa seluruh kehidupan sosial sebenarnya berdasarkan faktor imitasi. Walaupun pendapat ini ternyata berat sebelah, peranan imitasi dalam interaksi sosial itu tidak kecil. Misalnya bagaimana seorang anak belajar berbicara. Mula-mula ia mengimitasi dirinya sendiri kemudian ia mengimitasi kata-kata orang lain. Ia mengartikan kata-kata juga karena mendengarnya dan mengimitasi penggunaannya dari orang lain. Lebih jauh, tidak hanya berbicara yang merupakan alat komunikasi yang terpenting, tetapi juga cara-cara lainnya untuk menyatakan dirinya dipelajarinya melalui proses imitasi. Misalnya, tingkah laku tertentu, cara memberikan hormat, cara menyatakan terima kasih, cara-cara memberikan isyarat tanpa bicara, dan lain-lain.
Selain itu, pada lapangan pendidikan dan perkembangan kepribadian individu, imitasi mempunyai peranannya, sebab mengikuti suatu contoh yang baik itu dapat merangsang perkembangan watak seseorang. Imitasi dapat mendorong individu atau kelompok untuk melaksanakan perbuatanperbuatan yang baik.
Peranan imitasi dalam interaksi sosialjuga mempunyai segi-segi yang neatif. Yaitu, apabila hal-hal yang diimitasi itu mungkinlah salah atau secara moral dan yuridis harus ditolak. Apabila contoh demikian diimitasi orang banyak, proses imitasi itu dapat menimbulkan terjadinya kesalahan kolektif yang meliputi jumlah serba besar.
Selain itu, adanya proses imitasi dalam interaksi sosial dapat menimbulkan kebiasaan di mana orang mengimitasi sesuatu tanpa kritik, seperti yang berlangsung juga pada faktor sugesti. Dengan kata lain, adanya peranan imitasi dalam interaksi sosial dapat memajukan gejala-gejala kebiasaan malas berpikir kritis pada individu manusia yang mendangkalkan kehidupannya.
Imitasi bukan merupakan dasar pokok dari semua interaksi sosial seperti yang diuraikan oleh Gabriel tarde, melainkan merupakan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku di antara orang banyak.
2.    Faktor Sugesti
Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya dengan interaksi sosial hampir sama. Bedanya adalah bahwa dalam imitasi itu orang yang satu mengikuti sesuatu di luar dirinya; sedangkan pada sugesti, seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu diterima oleh orang lain di luarnya. Sugesti dalam ilmu jiwa sosial dapat dirumuskan sebagai suatu proses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. Secara garis besar, terdapat beberapa keadaan tertentu serta syarat-syarat yang memudahkan sugesti terjadi, yaitu:
a.    Sugesti karena hambatan berpikir
Dalam proses sugesti terjadi gejala bahwa orang yang dikenainya mengambil alih pandangan-pandangan dari orang lain tanpa memberinya pertimbangn-pertimbangan kritik terlebih dahulu. Orang yang terkena sugesti itu menelan apa saja yang dianjurkan orang lain. Hal ini tentu lebih mudah terjadi apabila ia – ketika terkena sugesti – berada dalam keadaan ketika cara-cara berpikir kritis itu sudah agak
terkendala. Hal ini juga dapat terjadi – misalnya – apabila orang itu sudah lelah berpikir, tetapi juga apabila proses berpikir secara itu dikurangi dayanya karena sedang mangalami rangsangan-rangsangan emosional. Misalnya: Rapat-rapat Partai Nazi atau rapat-rapat raksasa seringkali diadakan pada malam hari ketika orang sudah cape dari pekerjaannya. Selanjutnya mereka pun senantiasa memasukkan dalam acara rapat-rapat itu hal-hal yang menarik perhatian, merangsang emosi dan kekaguman sehingga mudah terjadi sugesti kepada orang banyak itu.
b.    Sugesti karena keadaan pikiran terpecah-pecah (disosiasi)
Selain dari keadaan ketika pikiran kita dihambat karean kelelahan atau karena rangsangan emosional, sugesti itu pun mudah terjadi pada diri seseorang apabila ia mengalami disosiasi dalam pikirannya, yaitu apabila pemikiran orang itu mengalami keadaan terpecah-belah. Hal ini dapat terjadi – misalnya – apabila orang yangbersangkutan menjadi bingung karena ia dihadapkan pada kesulitan-kesulitan hidup yang terlalu kompleks bagi daya penampungannya. Apabila orang menjadi bingung, maka ia lebih mudah terkena sugesti orang lain yang mengetahui jalan keluar dari kesulitan-kesulitan yang dihadapinya itu. Keadaan semacam ini dapat pula menerangkan mengapa dalam zaman modern ini orang-orang yang biasanya berobat kepada dokter juga mendatangi dukun untuk memperoleh sugestinya yang dapat membantu orang yang bersangkutan mengatasi kesulitan-kesulitan jiwanya.
c.    Sugesti karena otoritas atau prestise
Dalam hal ini, orang cenderung menerima pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu apabila pandangan atau sikap tersebut dimiliki oleh para ahli dalam bidangnya sehingga dianggap otoritas pada bidang tersebut atau memiliki prestise sosial yang tinggi.
d.   Sugesti karena mayoritas
Dalam hal ini, orang lebih cenderung akan menerima suatu pandangan atau ucapan apabila ucapan itu didukung oleh mayoritas, oleh sebagian besar dari golongannya, kelompknya atau masyarakatnya.
e.    Sugesti karena ”will to believe
Terdapat pendapat bahwa sugesti justru membuat sadar akan adanya sikap-sikap dan pandangn-pandangan tertentu pada orang-orang. Dengan demikian yang terjadi dalam sugesti itu adalah diterimanya suatu sikap-pandangan tertentu karena sikap-pandangan itu sebenarnya sudah tersapat padanya tetapi dalam kedaan terpendam. Dalam hal ini, isi sugesti akan diterima tanpa pertimbangan lebih lanjut karena pada diri pribadi orang yang bersangkutan sudah terdapat suatu kesediaan untuk lebih sadar dan yakin akan hal-hal disugesti itu yang sebenarnya sudah terdapat padanya.
3.    Fakor Identifikasi
Identifikasi adalah sebuah istilah dari psikologi Sigmund Freud. Istilah identifikasi timbul dalam uraian Freud mengenai cara-cara seorang anak belajar norma-norma sosial dari orang tuanya. Dalam garis besarnya, anak itu belajar menyadari bahwa dalam kehidupan terdapat norma-norma dan peraturan-peraturan yang sebaiknya dipenuhi dan ia pun mempelajarinya yaitu dengan dua cara utama. Pertama ia mempelajarinya karena didikan orangtuanya yang menghargai tingkah laku wajar yang memenuhi cita-cita tertentu dan menghukum tingkah laku yang melanggar norma-normanya. Lambat laun anak itu memperoleh pengetahuan mengenai apa yang disebut perbuatan yang baik dan apa yang disebut perbuatan yang tidak baik melalui didikan dari orangtuanya.
Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan seorang lain. Kecenderungan ini bersifat tidak sadar bagi anak dan tidak hanya merupakan kecenderungan untuk menjadi seperti seseorang secara lahiriah saja, tetapi justru secara batin. Artinya, anak itu secara tidak sadar mengambil alih sikap-sikap orangtua yang diidentifikasinya yang dapat ia pahami norma-norma dan pedoman-pedoman tingkah lakunya sejauh kemampuan yang ada pada anak itu.
Sebenarnya, manusia ketika ia masih kekurangan akan norma-norma, sikapsikap, cita-cita, atau pedoman-pedoman tingkah laku dalam bermacam – macam situasi dalam kehidupannya, akan melakukan identifikasi kepada orang-orang yang dianggapnya tokoh pada lapangan kehidupan tempat ia masih kekurangan pegangan. Demikianlah, manusia itu terus-menerus melengkapi sistem norma dan cita-citanya itu, terutama dalam suatu masyarakat yang berubah-ubah dan yang situasi-situasi kehidupannya serba ragam.
Ikatan yang terjadi antara orang yang mengidentifikasi dan orang tempat identifikasi merupakan ikatan batin yang lebih mendalam daripada ikatan antara orang yang saling mengimitasi tingkah lakunya. Di samping itu, imitasi dapat berlangsung antara orang-orang yang tidak saling kenal, sedangkan orang tempat kita mengidentifikasi itu dinilai terlebih dahulu dengan cukup teliti (dengan perasaan) sebelum kita mengidentifikasi diri dengan dia, yang bukan merupakan proses rasional dan sadar, melainkan irasional dan berlangsung di bawah taraf kesadaran kita.
4.    Faktor Simpati
Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan sebagaimana proses identifikasi. Akan tetapi, berbeda dengan identifikasi, timbulnua simpati itu merupakan proses yang sadar bagi manusia yang merasa simpati terhadap orang lain. Peranan simpati cukup nyata dalam hubungan persahabatan antara dua orang atau lebih. Patut ditambahkan bahwa simpati dapat pula berkembang perlahan-lahan di samping simpati yang timbul dengan tiba-tiba.
Gejala identifikasi dan simpati itu sebenarnya sudah berdekatan. Akan tetapi, dalam hal simpati yang timbal-balik itu, akan dihasilkan suatu hubungan kerja sama di mana seseorang ingin lebih mengerti orang lain sedemikian jauhnya sehingga ia dapat merasa berpikir dan bertingkah laku seakan-akan ia adalah orang lain itu. Sedangkan dalam hal identifikasi terdapat suatu hubungan di mana yang satu menghormati dan menjunjung tinggi yang lain, dan ingin belajar daripadanya karena yang lain itu dianggapnya sebagai ideal. Jadi, pada simpati, dorongan utama adalah ingin mengerti dan ingin bekerja sama dengan orang lain, sedangkan pada identifikasi dorongan utamanya adalah ingin mengikuti jejaknya, ingin mencontoh ingin belajar dari orang lain yang dianggapnya sebagai ideal. Hubungan simpati menghendaki hubungan kerja sama antara dua atau lebih orang yang setaraf. Hubungan identifikasi hanya menghendaki bahwa yang satu ingin menjadi seperti yang lain dalam sifat-sifat yang dikaguminya. Simpati bermaksud kerja sama, identifikasi bermaksud belajar.

2.2 Sejarah Suku Baduy
Baduy yang berasal dari kata Cibaduy, nama sungai di sebelah utara Desa Kanekes. Orang Baduy adalah keturunan dari pelarian keraton Pajajaran yang melarikan diri ke sebelah selatan Banten dan terdesak oleh serangan Sultan Hasanuddin yang menyebarkan agama Islam di kawasan itu. Baduy yang di desa Kanekes terdiri dari kampung Gajebo, Cikeusik, Cibeo,dan Cikertawana.dan terbagi atas abaduy luar dan baduy dalam.
Asal usul orang Baduy, adalah mereka keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Baduy mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia. Mereka juga beranggapan bahwa suku Baduy merupakan peradaban masyarakat yang pertama kali ada di dunia. Suku Baduy yang merupakan suku tradisional di Provinsi Banten hampir mayoritasnya mengakui kepercayaan sunda wiwitan. Mayoritas masyarakat Baduy bahasa Sunda namun mereka tak menutup diri untuk terus mempelajari Bahasa nasional   yaitu berbahasa Indonesia.



2.3 Interaksi Sosial Dalam Masyarakat Suku Baduy
            2.3.1 Interaksi Sosial Antar Anggota Suku Baduy
Masyarakat Kanekes mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem nasional, yang mengikuti aturan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat. Kedua sistem tersebut digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi perbenturan. Secara nasional penduduk Kanekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat Kanekes yang tertinggi, yaitu “puun”. Pemimpin adat tertinggi dalam masyarakat Kanekes adalah “puun” yang ada di tiga kampung tangtu. Jabatan tersebut berlangsung turun-temurun, namun tidak otomatis dari bapak ke anak, melainkan dapat juga kerabat lainnya. Jangka waktu jabatan puun tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan tersebut.
Didalam Suku Baduy terbadi atas dua, Baduy Luar  dan Baduy Dalam, Baduy Luar merupakan orang-orang yang telah keluar dari adat dan wilayah Baduy Dalam. Ada beberapa hal yang menyebabkan dikeluarkanya warga Baduy Dalam ke Baduy Luar. Pada dasarnya, peraturan yang ada di baduy luar dan baduy dalam itu hampir sama, tetapi baduy luar lebih mengenal teknologi dibanding baduy dalam.
Sedangkan Baduy Dalam adalah bagian dari keseluruhan Suku Baduy. Tidak seperti Baduy Luar, warga Baduy Dalam masih memegang teguh adat istiadat nenek moyang mereka. Mereka terlihat menjaga adat istiadat mereka, mulai dari cara berpakaian masih menggunakan pakaian putih.
Interaksi mereka dapat dilihat saat adanya panen, mereka bersama – sama. Bahkan hasil panen hanya untuk dikonsumsi oleh masyarakat suku baduy dalam itu sendiri. Dan mereka melakukannya dengan cara barter.
Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Orang Kanekes mengunjungi lokasi tersebut untuk melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima. Dan itupun hanya yang merupakan ketua adat tertinggi dan beberapa anggota masyarakat terpilih saja yang mengikuti rombongan pemujaan tersebut dan tidak termasuk Suku Baduy Luar.
Dilihat dari sini bahwa dalam suku baduy tidak ada interaksi dalam hal Suku Baduy Dalam dengan Suku Baduy Luar. Tetapi didalam anggota Suku masing – masing dapat ditemuakn interaksi sosial.
           
2.3.2 Interaksi Sosial Suku Baduy Dengan Masyarakat Luar
Suku Baduy tebagi atas dua kelompok, Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar, dalam Suku Baduy Dalam mereka memegang teguh adat istiadat. Teknologi, budaya, dan masyarakat luar tidak dapat masuk ke dalam Suku Baduy Dalam, sehingga dalam Suku Baduy Dalam tidak adanya interaksi dengan masyarakat.
Sedangkan, Suku Baduy Luar mereka tidak  lagi menjaga adat istiadat .  Mereka menerima perubahan yang masuk kedalam suku mereka. Seperti, tekonologi, budaya, dan masyarakat luar. Sehingga memungkinkan Suku Baduy Luar Berinteraksi dengan Masyrakat diluar suku.
Ada sebagian anggota Suku Baduy luar matapencahariannya diluar wilayah Suku Baduy, mereka menggantungkan nasib mereka dari masyarakat sekitar. Mulai dari bekerja, berinterkasi, dan komunikasi.
Selain itu, mata pencaharian masyarakat Baduy adalah bertani dan menjual buah-buahan yang mereka dapatkan dari hutan. Selain itu Sebagai tanda kepatuhan / pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan seba yang masih rutin diadakan setahun sekali dengan mengantarkan hasil bumi kepada penguasa setempat yaitu Gubernur Banten. Dari hal tersebut terciptanya interaksi yang erat antara masyarakat Baduy dan penduduk luar. Ketika pekerjaan mereka diladang tidak mencukupi, orang Baduy biasanya berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan berjalan kaki.
Dalam hal interaksi Suku Baduy dengan masyarakat luar ditemukan di  Suku Baduy Luar, mereka menerima masyarakat luar untuk berinteraksi. Sedangkan, pada Suku Baduy Dalam tidak ada interaksi dengan masyarakat luar, ini disebabkan Suku Baduy Dalam menolak segala berhubungan dengan teknologi, budaya, dan interaksi dari masyarakat diluar Suku Baduy Dalam.

           
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok. Suku Baduy yang merupakan suku tradisional di Provinsi Banten hampir mayoritasnya mengakui kepercayaan sunda wiwitan.Mayoritas masyarakat Baduy bahasa Sunda namun mereka tak menutup diri untuk terus mempelajari Bahasa nasional   yaitu berbahasa Indonesia. Tidak adanya interaksi Suku Baduy Dalam dengan Suku Baduy Luar, tetapi didalam suku itu anggotanya saling berinterkasi. Interaksi Suku Baduy dengan masyarakat luar hanya berlaku bagi suku baduy luar.

3.2 Saran
Dengan mengetahui interaksi dalam masyarakat Suku Baduy, maka pemerintah harus berperan aktif menjaga keharmonisan antar anggota suku baduy tersebut. Dan  menjaga keaslian adat istiadat Suku Baduy yang merupakan warisan budaya.













DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Baduy. http://id.wikipedia.org/wiki/Baduy. Diunduh Tanggal 22 November ..........2011
Anonim. Dinamika Kelompok. http://stikunsap.forumotion.net/t6- interaksi-sosial-..........dalam-hubungan-antar-manusia. Diunduh Tanggal 22 November 2011
Anonim. Kebudayaan Suku Baduy Jawa Barat. http://pakarbisnisonline.blogspot. ..........com/2010/01/kebudayaan-suku-baduy.html . 22 November 2011
Anonim. Kelompok Sosial. http://id.wikipedia.org/wiki/Kelompok_sosial . Diunduh ..........Tanggal 22 November 2011
Anonim. Suku Baduy. http://indonesiaindonesia.com/f/91943-suku-baduy/. ………Diunduh tanggal 22 November 2011
Devi, Inaya. Interaksi Sosial Dengan Masyarakat Suku Baduy.  http://sosbud. ..........kompasiana.com/2010/10/20/interaksi-sosial-dengan-masyarakat-suku-..........baduy/. Diunduh Tanggal 22 November 2011
Hendra. Interaksu Sosial Dalam Hubungan Antar Manusia.  http://stikunsap. ..........forumotion.net/t6-interaksi-sosial-dalam-hubungan-antar-manusia.Diunduh ..........Tanggal 22 November 2011
Nuribdahsari, Tantie. Interaksi Sosial. http://t4nti.blog.com/2011/02/26/interaksi---..........sosial/. Diunduh Tanggal 22 November 2011
Soekanto, Soerjono. 2001. Sosiologi (Suatu Pengantar). Jakarta: Rajawali Press.