Oleh :
Widi Sayanda 05101001027
Deki Rimon 05101001032
Randi Safriansyah 05101001051
Yulianto Prabowo 05101001092
Dedi Kurniawan 05101001094
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011/2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam
kehidupan sehari – hari kita melakukan komunikasi dengan masyrakat., kegiatan
inilah yang disebut interaksi sosial masyarakat. Dalam interaksi ini akan
terbentuk kelompok – kelompok, seperti
kelompok belajar, kelompok arisan, kelompok kolektor barang tertentu,
kelompok suku adat.
Dalam
berinteraksi antar anggota
kelompok dapat menimbulkan kerja sama apabila masing-masing anggota kelompok.
Bergabung dengan sebuah kelompok merupakan sesuatu yang murni dari diri sendiri
atau juga secara kebetulan. Misalnya, seseorang terlahir dalam keluarga
tertentu. Namun, ada juga yang merupakan sebuah pilihan.Pengaruh tingkat
kedekatan, atau kedekatan geografis,
terhadap keterlibatan seseorang dalam sebuah kelompok tidak bisa diukur. Kita
membentuk kelompok bermain dengan orang-orang di sekitar kita. Kita bergabung
dengan kelompok kegiatan sosial lokal. Kelompok tersusun atas individu-individu
yang saling berinteraksi.
Pembentukan
kelompok sosial tidak hanya tergantung pada kedekatan fisik, tetapi juga
kesamaan di antara anggota-anggotanya. Sudah menjadi kebiasaan, orang leih suka
berhubungan dengan orang yang memiliki kesamaan dengan dirinya. Kesamaan yang
dimaksud adalah kesamaan minat, kepercayaan, nilai, usia, tingkat intelejensi,
atau karakter-karakter personal lain. Kesamaan juga merupakan faktor utama
dalam memilih calon pasangan untuk membentuk kelompok sosial yang disebut
keluarga.
Dalam pembentukan kelompok, interaksi sangat penting. Karena dengan adanya interaksi/hubungan timbal balik akan ada proses memberi dan menerima ilmu
pengetahuan dari satu anggota ke anggota
yang lain, sehingga transfer ilmu dapat berjalan (kebutuhan akan informasi
terpenuhi).
Masyarakat tradisional mempunyai berbagai kearifan dalam proses
pembangunan terutama dalam pemanfaatan dan pengeloloaan sumber daya alam
lingkungan. Kehidupan mereka yang cenderung beradaptasi dengan lingkungan lebih
memiliki aspek keberlanjutan daripada pembangunan yang selama ini dilakukan
masyarakat “modern” yang cenderung ekploatif terhadap sumbadaya alam yang ada.
Oleh karena itu, kiranya dapat menjadi suatu pemikiran untuk mengangkat
kearifan dalam interaksi di masyrakat tradisional Salah satunya adalah
masayrakat Suku Baduy
Baduy adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten
Lebak, Banten. Sebutan “Baduy” merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk
luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti
Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang
merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah
karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari
wilayah tersebut. Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek
Sunda–Banten.
Suku
Baduy yang merupakan suku tradisional di Provinsi Banten hampir mayoritasnya
mengakui kepercayaan sunda wiwitan.Mayoritas masyarakat Baduy bahasa Sunda
namun mereka tak menutup diri untuk terus mempelajari Bahasa
nasional yaitu berbahasa Indonesia.
1.2
Rumusan
Masalah
a. Apa
yang dimaksud dengan interaksi sosial?
b. Bagaimana
interaksi sosial dalam masyarakat suku baduy ?
1.3
Tujuan
1. Mengerti
defenisi interaksi sosial dan mengetehaui interaksi sosial dalam masyarakat
suku baduy.
2. Dapat
menyimpulkan interaksi sosial dalam masyarakat suku baduy.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Interaksi Sosial
2.1.1
Pengertian Interaksi Sosial
Interaksi
sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang
dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa
hubungan antara individu yang satu dengan
individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam
interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol
diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya.
Proses
Interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah pada saat manusia
bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang
dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia.
Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Dan terakhir adalah Makna tidak
bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan
terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran
yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu. Proses tersebut disebut juga dengan interpretative process.
Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua
individu atau kelompok terdapat
kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial Komunikasi merupakan
penyampaian suatu informasi dan pemberian
tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan.
Karp dan Yoels menunjukkan beberapa hal yang dapat menjadi sumber informasi bagi dimulainya komunikasi atau interaksi
sosial. Sumber Informasi tersebut dapat
terbagi dua, yaitu Ciri Fisik dan Penampilan. Ciri Fisik, adalah segala sesuatu yang dimiliki seorang individu sejak
lahir yang meliputi jenis kelamin, usia, dan
ras. Penampilan di sini dapat meliputi daya tarik fisik, bentuk tubuh, penampilan berbusana, dan wacana.
Interaksi
sosial memiliki aturan, dan aturan itu dapat dilihat melalui
dimensi ruang dan dimensi waktu dari Robert T Hall
dan Definisi Situasi dari W.I. Thomas. Hall
membagi ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4 batasan jarak, yaitu jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan
jarak publik. Selain aturan mengenai ruang
Hall juga menjelaskan aturan mengenai Waktu. Pada dimensi waktu ini terlihat adanya batasan toleransi waktu yang
dapat mempengaruhi bentuk interaksi. Aturan
yang terakhir adalah dimensi situasi yang dikemukakan oleh W.I. Thomas. Definisi situasi merupakan penafsiran
seseorang sebelum memberikan reaksi. Definisi
situasi ini dibuat oleh individu dan masyarakat.
2.1.2 Syarat
Terbentuknya Interaksi Sosial
Gillin dan
Gillin mengajukan dua syarat yang harus di penuhi agar suatu interaksi sosial
itu mungkin terjadi, yaitu: Dua Syarat terjadinya interaksi sosial
1.
Kontak
Sosial (social contact)
Kontak sosial
berasal dari bahasa latin con atau cum yang berarti bersama-sama dan tango yang
berarti menyentuh. Jadi secara harfiah kontak adalah bersama-sama menyentuh.
Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah. Sebagai
gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena orang
dapat mengadakan hubungan tanpa harus menyentuhnya, seperti misalnya dengan
cara berbicara dengan orang yang bersangkutan. Dengan berkembangnya teknologi
dewasa ini, orang-orang dapat berhubungan satu sama lain dengan melalui
telepon, telegraf, radio, dan yang lainnya yang tidak perlu memerlukan sentuhan
badaniah.
Soerjono
Soekanto menambahkan bahwa kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk
yakni :
a. Antara
orang perorangan
Kontak sosial ini adalah apabila anak
kecil mempelajari kebiasaan – kebiasaan dalam keluarganya. Proses demikian
terjadi melalui komunikasi, yaitu suatu proses dimana anggota masyarakat yang
baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana dia menjadi
anggota.
b. Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya
Kontak sosial ini misalnya
adalah apabila seseorang merasakna bahwa tindakan- tindakannya berlawanan
dengan norma-norma masyarakat.
c. Antara
suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.
Umpamanya adalah dua partai politik yang
bekerja sama untuk mengalahkan partai politik lainnya.
Kontak sosial memiliki beberapa sifat,
yaitu kontal sosial positif dan kontak sosial negative. Kontak sosial positif
adalah kontak sosial yang mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak
sosial negative mengarah kepada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali
tidak menghasilkan kontak sosial.
Selain itu kontak sosial juga memiliki
sifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan
hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, sebaliknya kontak yang sekunder
memerlukan suatu perantara.
2.
Komunikasi
Komunikasi
adalah bahwa seseorang yang memberi tafsiran kepada orang lain (yang berwujud
pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin
disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi
reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan. Dengan adanya komunikasi sikap
dan perasaan kelompok dapat diketahui olek kelompok lain aatau orang lain. Hal
ini kemudain merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan
dilakukannya.
Dalam
komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai macam penafsiran terhadap
tingkah laku orang lain. Seulas senyum misalnya, dapat ditafsirkan sebagai
keramah tamahan, sikap bersahabat atau bahkan sebagai sikap sinis dan sikap
ingin menunjukan kemenangan. Dengan demikian komunikasi memungkinkan kerja sama
antar perorangan dan atau antar kelompok. Tetapi disamping itu juga komunikasi
bisa menghasilkan pertikaian yangterjadi karena salah paham yang masing-masing
tidak mau mengalah.
2.1.3
Bentuk-Bentuk
Interaksi Sosial
1. Proses
Asosiatif (Processes of Association)
a. Kerja Sama
(Cooperation)
Beberapa
sosiolog menganggap bahwa kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang
pokok. Sosiolog lain menganggap bahwa kerja sama merupakan proses utama.
Golongan terakhir tersebut memahamkan kerja sama untuk menggambarkan sebagian
besar bentuk-bentuk interaksi sosial atas dasar bahwa segala macam bentuk
inetarksi tersebut dapat dikembalikan kepada kerja sama. Kerja sama di sini
dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok
manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.
Bentuk
dan pola-pola kerja sama dapat dijumpai pada semua kelompok manusia.
Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian dimulai sejak masa kanak-kanak di
dalam kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan. Bentuk kerja sama
tersebut berkembang apabila orang dapat digerakkan untuk mencapai suatu tujuan
bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari
mempunyai manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam
pembagian kerja srta balas jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan
selanjutnya, keahliankeahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja
sama, agar rencana kerja samanya dapat terleksana dengan baik.
Kerja
sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya (in-group-nya)
dan kelompok lainnya (out-group-nya). Kerja sama mungkin akan bertambah
kuat apabila ada bahaya luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan luar
yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau institusional telah
tertanam di dalam kelompok, dalam diri seseorang atau segolongan orang. Kerja
sama dapat bersifat agresif apabila kelompok dalam jangka waktu yang lama
mengalami kekecewaan sebagai akibat perasaan tidak puas, karena
keinginan-keinginan pokoknya tak dapat terpenuhi oleh karena adanya
rintangan-rintangan yang bersumber dari luar kelompok itu.
Sehubungan
dengan pelaksanaan kerja sama, ada lima bentuk kerja sama, yaitu:
1. Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong-menolong.
2. Bargaining
Yakni
pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara
dua organisasi atau lebih.
3. Ko-optasi (Co-optation)
Yakni
suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan
politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari
terjadinya kegoncangan dalam stabilisasi organisasi yang bersangkutan.
4. Koalisi (Coalition)
Yaitu
kombinasi antara dua ornagisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang
sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara
waktu, karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktur
yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Akan tetapi karena maksud utama
adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya alaha
kooperatif.
5. Joint-ventrue
Yakni
kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya pemboran minyak,
pertambangan batu bara, perfilman, perhotelan, dan lain sebagainya.
b. Akomodasi (Accomodation)
Istilah
akomodasi dipergunakan dalam dua arti yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan
dan untuk menunjuk pada suatu proses. Akomodasi yang menunjuk pada suatu
keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi
antara orang-peorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan
normanorma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat.
Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk
meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan.
Menurut
Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu pengertian yang digunakan oleh para
sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang
sama artinya dengan pengertian adaptasi (adaptation) yang dipergunakan
oleh ahli-ahli biologi untuk menunjuk pada suatu proses dimana makhluk-makhluk
hidup menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya. Dengan pengertian tersebut
dimaksudkan sebagai suatu proses dimana orang perorangan atau kelompok-kelompok
manusia yang mula-mula saling bertentangan, saling mengadakan penyesuaian diri
untuk mengatasi ketegangan-ketegangan.
Akomodasi
sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa
menghancurkan pihak lawan, sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya.
Tujuan akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya,
yaitu:
a. Untuk mengurangi pertentangan antara orang perorangan atau kelompok-
kelompok manusia
sebagai akibat perbedaan paham. Akomodasi disini bertujuan untuk menghasilkan
suatu sintesa antara kedua pendapat tersebut, agar menghasilkan suatu pola yang
baru.
b. Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu.
c. Untuk memungkinkan terjadinya kerja sama antara kelompok – kelompok
sosial yang hidupnya
terpisah sebagai akibat faktorfaktor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti
yang dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem kasta.
d. Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang
terpisah.
Bentuk-bentuk akomodasi
a. Coercion
Adalah
suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya paksaan. Coercion
merupakan bentuk akomodasi, dimana salah satu pihak berada dalam keadaan
yang lemah bila dibandingkan dengan pihak lawan. Pelaksanaannya dapat dilakukan
secara fisik (langsung), maupun psikologis (tidak langsung).
b. Compromise
Adalah
suatu bentuk akomodasi dimana pihak – pihak yang terlibat saling mengurangi
tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
Sikap dasar untuk dapat melaksanakan compromise adalah bahwa salah satu pihak
bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya dan begitu pula
sebaliknya.
c. Arbitration
Merupakan
suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan
tidak sanggup mencapainya sendiri. Pertentangan diselesaikan oleh pihak ketiga
yang dipilih oleh kedua belah pihak atau oleh suatu badan yang berkedudukan
lebih tinggi dari pihak-pihak bertentangan.
d. Mediation
Hampir
menyerupai arbitration. Pada mediation diundanglah pihak ketiga
yang netral dalam soal perselisihan yang ada. Tugas pihak ketiga tersebut
adalah mengusahakan suatu penyelesaian secara damai. Kedudukan pihak ketiga hanyalah
sebagai penasihat belaka, dia tidak berwenang untuk memberi keputusan-keputusan
penyelesaian perselisihan tersebut.
e. Conciliation
Adalah
suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang
berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama. Conciliation bersifat
lebih lunak daripada coercion dan membuka kesempatan bagi pihak-pihak
yang bersangkutan untuk mengadakan asimilasi.
f. Toleration, juga
sering disebut sebagai tolerant-participation. Ini merupakan suatu
bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya. Kadang-kadang toleration
timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan, ini disebabkan karena
adanya watak orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia untuk sedapat
mungkin menghindarkan diri dari suatu perselisihan.
g. Stalemate, merupakan
suatu akomodasi, dimana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan
yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya.
Hal ini disebabkan oleh karena kedua belah pihak sudah tidak ada kemungkinan
lagi baik untuk maju maupun untuk mundur.
h. Adjudication, yaitu
penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.
Hasil-hasil akomodasi
a. Akomodasi, dan integrasi masyarakat, telah berbuat banyak untuk
menghindari masyarakat dari benih-benih perentangan latent yang akan melahirkan
pertentangan baru.
b. Menekan oposisi. Seringkali suatu persaingan dilaksanakan demi
keuntungan suatu kelompok tertentu demi kerugian pihak lain.
c. Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda.
d. Perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan
keadaan baru atau keadaan yang berubah.
e. Perubahan-perubahan dalam kedudukan.
f. Akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi.
c. Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi
merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya
usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan
atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usahausaha untuk mempertinggi
kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan
kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.
Secara
singkat, proses asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama,
walau kadangkala bersifat emosional, dengan tujuan untuk mencapai kesatuan,
atau paling sedikit mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran, dan tindakan.
Proses asimilasi timbul bila ada:
1. Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya.
2. Orang perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara
langsung dan intensif untuk waktu yang lama.
3. Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing
berubah dan saling menyesuaikan diri.
Faktor-faktor
yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi adalah:
1. Toleransi
2. Kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi
3. Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya
4. Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat
5. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan
6. Perkawinan campur (amalgamation)
7. Adanya musuh bersama di luar.
Faktor-faktor umum yang
dapat menjadi penghalang terjadinya asimilasi adalah:
1. Terisolasi kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat.
2. Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi.
3. Perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi.
4. Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih
tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya.
5. Perbedaan warna kulit atau perbedaan ciri-ciri badaniah.
6. In-group feeling yang kuat.
7. Golongan minoritas mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang
berkuasa.
8. Perbedaan kepentingan dan pertentangan-pertentangan pribadi
2. Proses
Disosiatif
Proses disosiatif sering
disebut sebagai oppositional processes, persis halnya dengan kerja sama, dapat
ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh
kebudayaan dan system social masyarakat bersangkutan.
Apakah suatu masyarakat
lebih menekankan pada salah satu bentuk oposisi, atau lebih menghargai kerja
sama, hal itu tergantung pada unsure-unsur kebudayaan terutama yang menyangkut
system nilai, struktur masayarakat dan system sosialnya. Factor yang paling
menentukan adalah system nilai masyarakat tersebut.
Oposisi dapat diartikan
sebagai cara berjuang melawanseseoran atau sekelompok manusia, untuk mencapai
tujuan tertentu. Terbatasnya makanan, tempat tinggal serta lain-lain factor
telah melahirkan beberapa bentuk kerja sama dan oposisi. Pola-pola oposisi
tersebut dinamakan juga sebagai perjuangan untuk tetap hidup (struggle for
existence). Perlu dijelaskan bahwa pengertian struggle for existence juga
dipakai untuk menunjuk kepada suatu keadaan di mana manusia yang satu
tergantung pada kehidupan manusia yang lainnya, keadaan mana menimbulkan kerja
sama untuk dapat tetap hidup. Perjuangan ini mengarah pada paling sedikit tiga hal
yaitu perjuangan manusia melawan sesame, perjuangan manusia melawan makhluk-makhluk
jenis lain serta perjuangan manusia melawan alam.
Untuk kepentingan analisis
ilmu pengetahuan, oposisi atau proses-proses yang disosiatif dibedakan dalam
tiga bentuk, yaitu :
a. Persaingan
(competition)
Adalah suatu proses social,
di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari
keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu
menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan
cara menarik perhatian public atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada,
tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Ada beberapa bentuk persaingan, di
antaranya :
1. Persaingan ekonomi.
Timbul
karena terbatasnya persediaan apabila dibandingkan dengan jumlah konsumen.
2. Persaingan kebudayaan
Menyangkut
persaingan kebudayaan, keagamaan, lembaga kemasyarakatan seperti pendidikan,
dan sebagainya.
3. Persaingan kedudukan dan peranan
Di
dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat keinginan-keingian untuk
diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan yang terpandang.
4. Persaingan ras
Perbedaan
ras baik karena perbedaan warna kulit, bentuk tubuh, maupun corak rambut dan
sebagainya, hanya merupakan suatu perlambang kesadaran dan sikap atas
perbedaanperbedaan dalam kebudayaan.
Persaingan dalam batas-batas
tertentu dapat memiliki beberapa fungsi, antara lain :
1. Menyalurkan keinginan-keinginan individu ata u kelompok yang bersifat
kompetitif
2. Sebagai jalan di mana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai
yang pada suatu masa menjadi pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh
mereka yang bersaing.
3. Merupakan alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan social
4. Alat untuk menyaring para warga golongan karya (fungsional) yang akhirnya
akan menghaslkan pembagian kerja yang efektif.
Hasil
suatu persaingan terkait erat dengan berbagai factor, antara lain :
1. Kepribadian seseorang
2. Kemajuan masyarakat
3. Solidaritas kelompok
4. Disorganisasi
b. Kontravensi
(contravention)
Kontravensi
pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses social yang berada antara
persaingan dan pertentangan atau pertikaian.
Bentuk-bentuk
kontravensi menurut Leopold von Wiese, dan Howard Becker, ada 5, yaitu :
1. Yang umum meliputi perbuatan-perbuatan seperti penolakan, keengganan,
perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes, gangguan-gangguan, perbuatan
kekerasan, dan mengacaukan rencana pihak lain.
2. Yang sederhana seperti menyangkal pernyataan orang lain di depan
umum, memaki melalui selembaran surat, mencerca, memfitnah, melemparkan beban
pembuktian kepada pihak lain, dan sebagainya.
3. Yang intensif mencakup penghasutan, menyebarkan desas - desus, mengecewakan
pihak lain, dsb.
4. Yang rahasia, seperti mengumumkan rahasia pihak lain, perbuatan
khianat, dll.
5. Yang taktis, misalnya mengejutkan lawan, mengganggu atau membingungkan
pihak lain, seperti dalam kampanye parpol dalam pemilihan umum.
Tipe-tipe Kontravens
Menurut von Wiese dan Becker
terdapat tiga tipe umum kontravensi yaitu kontravensi generasi masyarakat 9
bentokan antara generasi muda dengan tua karena perbedaan latar belakang
pendidikan, usia dan pengalaman), kontravensi yang menyangkut seks (hubungan suami
dengan istri dalam keluarga) dan kontravensi parlementer (hubungan antara
golongan mayoritas dengan minoritas dalam masyarakat baik yang menyangkut
hubungan mereka di dalam lembaga-lembaga legislative, keagamaan, pendidikan,
dan seterusnya).
Selain tipe-tipe umum
tersebut ada ada pula beberapa kontravensi yang sebenarnya terletak di antara
kontravensi dan pertentangan atau pertikaian,yang dimasukkan ke dalam kategori
kontravensi, yaitu :
a. Kontravensi antar masyarakat
b. Antagonism keagamaan
c. Kontravensi intelektual
d. Oposisis moral
Kontravensi,
apabila dibandingkan dengan persaingan dan pertentangan bersifat agak tertutup
atau rahasia.
c. Pertentangan
atau pertikaian (conflict)
Pertentangan
atau pertikaian adalah suatu proses social di mana individu atau kelompok
berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan dengan ancaman
atau kekerasan.
Peyebab
terjadinya pertentangan, yaitu :
1. Perbedaan individu-individu
2. Perbedaan kebudayaan
3. Perbedaan kepentingan
4. Perbedaan sosial
Pertentangan-pertentangan
yang menyangkut suatu tujuan, nilai atau kepentingan, sepanjang tidak
berlawanan dengan pola-pola hubungan social di dalam srtuktur social tertentu,
maka pertentangan-pertentangan tersebut bersifat positif.
Masyarakat
biasanya mempunyai alat-alat tertentu untuk menyalurkan benih-benih permusuhan,
alat tersebut dalam ilmu sosiologi dinamakan safety-valve institutions yang
menyediaka objek-objek tertentu yang dapat mengalihkan perhatian pihak-pihak
yang bertikai ke arah lain.
Bentuk-bentuk
pertentangan antara lain :
1. Pertentengan pribadi
2. Pertentangan rasial
3. Pertentangan antara kelas-kelas social, umumnya disebabkan oleh karena
adanya perbedaan-perbedaan kepentingan.
4. Pertentangan politik
5. Pertentangan yang bersifat internasional.
Akibat
dari bentuk-bentuk pertentangan adalah sebagai berikut :
1. Bertambahnya solidaritas “in-group” atau malah sebaliknya yaitu terjadi
goyah dan retaknya persatuan kelompok
2. Perubahan kepribadian
3. Akomodasi, dominasi dan takluknya satu pihak tertentu
2.1.4
Jenis-jenis Interaksi
Sosial
Ada tiga jenis
interaksi sosial, yaitu:
1.
Interaksi antara
Individu dan Individu.
Pada saat dua
individu bertemu, interaksi sosial sudah mulai terjadi. Walaupun kedua individu
itu tidak melakukan kegiatan apa-apa, namun sebenarnya interaksi sosial telah
terjadi apabila masing-masing pihak sadar akan adanya pihak lain yang
menyebabkan perubahan dalam diri masing-masing. Hal ini sangat dimungkinkan
oleh faktor-faktor tertentu, seperti bau minyak wangi atau bau keringat yang
menyengat, bunyi sepatu ketika sedang berjalan dan hal lain yang bisa
mengundang reaksi orang lain.
2.
Interaksi antara
Kelompok dan Kelompok.
Interaksi jenis
ini terjadi pada kelompok sebagai satu kesatuan bukan sebagai pribadi-pribadi
anggota kelompok yang bersangkutan. Contohnya, permusuhan antara Indonesia dengan
Belanda pada zaman perang fisik.
3.
Interaksi antara
Individu dan Kelompok.
Bentuk interaksi
di sini berbedabeda sesuai dengan keadaan. Interaksi tersebut lebih mencolok
manakala terjadi perbenturan antara kepentingan perorangan dan kepentingan
kelompok.
2.1.5
Ciri-ciri
Interaksi Sosial
Interaksi
sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Ada pelaku
dengan jumlah lebih dari satu orang
2.
Ada
komunikasi antarpelaku dengan menggunakan simbol-simbol.
3.
Ada dimensi
waktu (masa lampau, masa kini, dan masa mendatang) yang menentukan sifat aksi
yang sedan berlangsung
4.
Ada
tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama tidaknya tujuan tersebut dengan yang
diperkirakan oleh pengamat
Tidak
semua tindakan merupakan interaksi. Hakikat interaksi terletak pada kesadaran
mengarahkan tindakan pada orang lain. Harus ada orientasi timbal-balik antara
pihak-pihak yang bersangkutan, tanpa menghiraukan isi perbuatannya: cinta atau
benci, kesetiaan atau pengkhianatan, maksud melukai atau menolong.
2.1.6 Faktor-faktor Interaksi Sosial
Kelangsungan interaksi
sosial, sekalipun dalam bentuknya yang sederhana, ternyata merupakan proses
yang kompleks, tetapi padanya dapat kita beda-bedakan beberapa faktor yang
mendasarinys, baik secara tunggal maupun bergabung, yaitu :
1. Faktor
Imitasi
Gabriel Tarde beranggapan
bahwa seluruh kehidupan sosial sebenarnya berdasarkan faktor imitasi. Walaupun
pendapat ini ternyata berat sebelah, peranan imitasi dalam interaksi sosial itu
tidak kecil. Misalnya bagaimana seorang anak belajar berbicara. Mula-mula ia
mengimitasi dirinya sendiri kemudian ia mengimitasi kata-kata orang lain. Ia
mengartikan kata-kata juga karena mendengarnya dan mengimitasi penggunaannya
dari orang lain. Lebih jauh, tidak hanya berbicara yang merupakan alat
komunikasi yang terpenting, tetapi juga cara-cara lainnya untuk menyatakan
dirinya dipelajarinya melalui proses imitasi. Misalnya, tingkah laku tertentu,
cara memberikan hormat, cara menyatakan terima kasih, cara-cara memberikan isyarat
tanpa bicara, dan lain-lain.
Selain itu, pada lapangan
pendidikan dan perkembangan kepribadian individu, imitasi mempunyai peranannya,
sebab mengikuti suatu contoh yang baik itu dapat merangsang perkembangan watak
seseorang. Imitasi dapat mendorong individu atau kelompok untuk melaksanakan
perbuatanperbuatan yang baik.
Peranan imitasi dalam
interaksi sosialjuga mempunyai segi-segi yang neatif. Yaitu, apabila hal-hal
yang diimitasi itu mungkinlah salah atau secara moral dan yuridis harus
ditolak. Apabila contoh demikian diimitasi orang banyak, proses imitasi itu
dapat menimbulkan terjadinya kesalahan kolektif yang meliputi jumlah serba
besar.
Selain itu, adanya proses
imitasi dalam interaksi sosial dapat menimbulkan kebiasaan di mana orang
mengimitasi sesuatu tanpa kritik, seperti yang berlangsung juga pada faktor
sugesti. Dengan kata lain, adanya peranan imitasi dalam interaksi sosial dapat
memajukan gejala-gejala kebiasaan malas berpikir kritis pada individu manusia
yang mendangkalkan kehidupannya.
Imitasi bukan merupakan
dasar pokok dari semua interaksi sosial seperti yang diuraikan oleh Gabriel
tarde, melainkan merupakan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang
menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan
tingkah laku di antara orang banyak.
2. Faktor
Sugesti
Arti sugesti dan imitasi
dalam hubungannya dengan interaksi sosial hampir sama. Bedanya adalah bahwa
dalam imitasi itu orang yang satu mengikuti sesuatu di luar dirinya; sedangkan
pada sugesti, seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu
diterima oleh orang lain di luarnya. Sugesti dalam ilmu jiwa sosial dapat
dirumuskan sebagai suatu proses di mana seorang individu menerima suatu cara
penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik
terlebih dahulu. Secara garis besar, terdapat beberapa keadaan tertentu serta
syarat-syarat yang memudahkan sugesti terjadi, yaitu:
a. Sugesti karena hambatan berpikir
Dalam
proses sugesti terjadi gejala bahwa orang yang dikenainya mengambil alih
pandangan-pandangan dari orang lain tanpa memberinya pertimbangn-pertimbangan
kritik terlebih dahulu. Orang yang terkena sugesti itu menelan apa saja yang
dianjurkan orang lain. Hal ini tentu lebih mudah terjadi apabila ia – ketika
terkena sugesti – berada dalam keadaan ketika cara-cara berpikir kritis itu
sudah agak
terkendala. Hal ini juga dapat terjadi – misalnya – apabila orang
itu sudah lelah berpikir, tetapi juga apabila proses berpikir secara itu dikurangi
dayanya karena sedang mangalami rangsangan-rangsangan emosional. Misalnya:
Rapat-rapat Partai Nazi atau rapat-rapat raksasa seringkali diadakan pada malam
hari ketika orang sudah cape dari pekerjaannya. Selanjutnya mereka pun
senantiasa memasukkan dalam acara rapat-rapat itu hal-hal yang menarik
perhatian, merangsang emosi dan kekaguman sehingga mudah terjadi sugesti kepada
orang banyak itu.
b. Sugesti karena keadaan pikiran terpecah-pecah (disosiasi)
Selain dari keadaan ketika
pikiran kita dihambat karean kelelahan atau karena rangsangan emosional,
sugesti itu pun mudah terjadi pada diri seseorang apabila ia mengalami
disosiasi dalam pikirannya, yaitu apabila pemikiran orang itu mengalami keadaan
terpecah-belah. Hal ini dapat terjadi – misalnya – apabila orang yangbersangkutan
menjadi bingung karena ia dihadapkan pada kesulitan-kesulitan hidup yang terlalu
kompleks bagi daya penampungannya. Apabila orang menjadi bingung, maka ia lebih
mudah terkena sugesti orang lain yang mengetahui jalan keluar dari
kesulitan-kesulitan yang dihadapinya itu. Keadaan semacam ini dapat pula
menerangkan mengapa dalam zaman modern ini orang-orang yang biasanya berobat
kepada dokter juga mendatangi dukun untuk memperoleh sugestinya yang dapat membantu
orang yang bersangkutan mengatasi kesulitan-kesulitan jiwanya.
c. Sugesti karena otoritas atau prestise
Dalam hal ini, orang
cenderung menerima pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu apabila
pandangan atau sikap tersebut dimiliki oleh para ahli dalam bidangnya sehingga
dianggap otoritas pada bidang tersebut atau memiliki prestise sosial yang
tinggi.
d. Sugesti karena mayoritas
Dalam hal ini, orang lebih
cenderung akan menerima suatu pandangan atau ucapan apabila ucapan itu didukung
oleh mayoritas, oleh sebagian besar dari golongannya, kelompknya atau
masyarakatnya.
e. Sugesti karena ”will to believe”
Terdapat pendapat bahwa
sugesti justru membuat sadar akan adanya sikap-sikap dan pandangn-pandangan
tertentu pada orang-orang. Dengan demikian yang terjadi dalam sugesti itu
adalah diterimanya suatu sikap-pandangan tertentu karena sikap-pandangan itu sebenarnya
sudah tersapat padanya tetapi dalam kedaan terpendam. Dalam hal ini, isi
sugesti akan diterima tanpa pertimbangan lebih lanjut karena pada diri pribadi
orang yang bersangkutan sudah terdapat suatu kesediaan untuk lebih sadar dan
yakin akan hal-hal disugesti itu yang sebenarnya sudah terdapat padanya.
3. Fakor
Identifikasi
Identifikasi adalah sebuah
istilah dari psikologi Sigmund Freud. Istilah identifikasi timbul dalam uraian
Freud mengenai cara-cara seorang anak belajar norma-norma sosial dari orang
tuanya. Dalam garis besarnya, anak itu belajar menyadari bahwa dalam kehidupan
terdapat norma-norma dan peraturan-peraturan yang sebaiknya dipenuhi dan ia pun
mempelajarinya yaitu dengan dua cara utama. Pertama ia mempelajarinya karena
didikan orangtuanya yang menghargai tingkah laku wajar yang memenuhi cita-cita
tertentu dan menghukum tingkah laku yang melanggar norma-normanya. Lambat laun
anak itu memperoleh pengetahuan mengenai apa yang disebut perbuatan yang baik dan
apa yang disebut perbuatan yang tidak baik melalui didikan dari orangtuanya.
Identifikasi dalam psikologi
berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan seorang lain.
Kecenderungan ini bersifat tidak sadar bagi anak dan tidak hanya merupakan
kecenderungan untuk menjadi seperti seseorang secara lahiriah saja, tetapi
justru secara batin. Artinya, anak itu secara tidak sadar mengambil alih
sikap-sikap orangtua yang diidentifikasinya yang dapat ia pahami norma-norma
dan pedoman-pedoman tingkah lakunya sejauh kemampuan yang ada pada anak itu.
Sebenarnya, manusia ketika
ia masih kekurangan akan norma-norma, sikapsikap, cita-cita, atau
pedoman-pedoman tingkah laku dalam bermacam – macam situasi dalam kehidupannya,
akan melakukan identifikasi kepada orang-orang yang dianggapnya tokoh pada
lapangan kehidupan tempat ia masih kekurangan pegangan. Demikianlah, manusia
itu terus-menerus melengkapi sistem norma dan cita-citanya itu, terutama dalam
suatu masyarakat yang berubah-ubah dan yang situasi-situasi kehidupannya serba ragam.
Ikatan yang terjadi antara
orang yang mengidentifikasi dan orang tempat identifikasi merupakan ikatan
batin yang lebih mendalam daripada ikatan antara orang yang saling mengimitasi
tingkah lakunya. Di samping itu, imitasi dapat berlangsung antara orang-orang
yang tidak saling kenal, sedangkan orang tempat kita mengidentifikasi itu
dinilai terlebih dahulu dengan cukup teliti (dengan perasaan) sebelum kita
mengidentifikasi diri dengan dia, yang bukan merupakan proses rasional dan
sadar, melainkan irasional dan berlangsung di bawah taraf kesadaran kita.
4. Faktor
Simpati
Simpati dapat dirumuskan
sebagai perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. Simpati timbul
tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan
sebagaimana proses identifikasi. Akan tetapi, berbeda dengan identifikasi,
timbulnua simpati itu merupakan proses yang sadar bagi manusia yang merasa
simpati terhadap orang lain. Peranan simpati cukup nyata dalam hubungan
persahabatan antara dua orang atau lebih. Patut ditambahkan bahwa simpati dapat
pula berkembang perlahan-lahan di samping simpati yang timbul dengan tiba-tiba.
Gejala identifikasi dan
simpati itu sebenarnya sudah berdekatan. Akan tetapi, dalam hal simpati yang
timbal-balik itu, akan dihasilkan suatu hubungan kerja sama di mana seseorang
ingin lebih mengerti orang lain sedemikian jauhnya sehingga ia dapat merasa
berpikir dan bertingkah laku seakan-akan ia adalah orang lain itu. Sedangkan
dalam hal identifikasi terdapat suatu hubungan di mana yang satu menghormati
dan menjunjung tinggi yang lain, dan ingin belajar daripadanya karena yang lain
itu dianggapnya sebagai ideal. Jadi, pada simpati, dorongan utama adalah ingin mengerti
dan ingin bekerja sama dengan orang lain, sedangkan pada identifikasi dorongan
utamanya adalah ingin mengikuti jejaknya, ingin mencontoh ingin belajar dari
orang lain yang dianggapnya sebagai ideal. Hubungan simpati menghendaki
hubungan kerja sama antara dua atau lebih orang yang setaraf. Hubungan
identifikasi hanya menghendaki bahwa yang satu ingin menjadi seperti yang lain
dalam sifat-sifat yang dikaguminya. Simpati bermaksud kerja sama, identifikasi
bermaksud belajar.
2.2 Sejarah Suku
Baduy
Baduy yang
berasal dari kata Cibaduy, nama sungai di sebelah utara Desa Kanekes. Orang
Baduy adalah keturunan dari pelarian keraton Pajajaran yang melarikan diri ke
sebelah selatan Banten dan terdesak oleh serangan Sultan Hasanuddin yang
menyebarkan agama Islam di kawasan itu. Baduy yang di desa Kanekes
terdiri dari kampung Gajebo, Cikeusik, Cibeo,dan Cikertawana.dan terbagi atas
abaduy luar dan baduy dalam.
Asal usul
orang Baduy, adalah mereka keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh
dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan
dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam
dan keturunannya, termasuk warga Baduy mempunyai tugas bertapa atau asketik
(mandita) untuk menjaga harmoni dunia. Mereka juga beranggapan bahwa suku Baduy
merupakan peradaban masyarakat yang pertama kali ada di dunia. Suku Baduy yang
merupakan suku tradisional di Provinsi Banten hampir mayoritasnya mengakui
kepercayaan sunda wiwitan. Mayoritas masyarakat Baduy bahasa Sunda namun mereka
tak menutup diri untuk terus mempelajari Bahasa nasional yaitu
berbahasa Indonesia.
2.3
Interaksi Sosial Dalam Masyarakat Suku Baduy
2.3.1 Interaksi Sosial Antar Anggota
Suku Baduy
Masyarakat Kanekes mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem
nasional, yang mengikuti aturan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan sistem
adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat. Kedua sistem
tersebut digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi
perbenturan. Secara nasional penduduk Kanekes dipimpin oleh kepala desa yang
disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat, sedangkan secara adat
tunduk pada pimpinan adat Kanekes yang tertinggi, yaitu “puun”. Pemimpin adat
tertinggi dalam masyarakat Kanekes adalah “puun” yang ada di tiga kampung
tangtu. Jabatan tersebut berlangsung turun-temurun, namun tidak otomatis dari
bapak ke anak, melainkan dapat juga kerabat lainnya. Jangka waktu jabatan puun
tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan
tersebut.
Didalam Suku Baduy terbadi atas dua, Baduy Luar dan Baduy Dalam, Baduy
Luar merupakan orang-orang yang telah keluar dari adat dan wilayah Baduy Dalam.
Ada beberapa hal yang menyebabkan dikeluarkanya warga Baduy Dalam ke Baduy
Luar. Pada dasarnya, peraturan yang ada di baduy luar dan baduy dalam itu
hampir sama, tetapi baduy luar lebih mengenal teknologi dibanding baduy dalam.
Sedangkan
Baduy Dalam adalah bagian dari keseluruhan Suku
Baduy. Tidak seperti Baduy Luar, warga Baduy Dalam masih memegang teguh adat
istiadat nenek moyang mereka. Mereka terlihat menjaga adat istiadat mereka,
mulai dari cara berpakaian masih menggunakan pakaian putih.
Interaksi mereka dapat dilihat saat adanya panen, mereka bersama – sama.
Bahkan hasil panen hanya untuk dikonsumsi oleh masyarakat suku baduy dalam itu
sendiri. Dan mereka melakukannya dengan cara barter.
Objek kepercayaan
terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang lokasinya
dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Orang Kanekes mengunjungi lokasi
tersebut untuk melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima. Dan itupun
hanya yang merupakan ketua adat tertinggi dan beberapa anggota masyarakat
terpilih saja yang mengikuti rombongan pemujaan tersebut dan tidak termasuk
Suku Baduy Luar.
Dilihat dari sini bahwa
dalam suku baduy tidak ada interaksi dalam hal Suku Baduy Dalam dengan Suku
Baduy Luar. Tetapi didalam anggota Suku masing – masing dapat ditemuakn
interaksi sosial.
2.3.2 Interaksi Sosial Suku
Baduy Dengan Masyarakat Luar
Suku Baduy
tebagi atas dua kelompok, Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar, dalam Suku
Baduy Dalam mereka memegang teguh adat istiadat. Teknologi, budaya, dan
masyarakat luar tidak dapat masuk ke dalam Suku Baduy Dalam, sehingga dalam
Suku Baduy Dalam tidak adanya interaksi dengan masyarakat.
Sedangkan,
Suku Baduy Luar mereka tidak lagi menjaga
adat istiadat . Mereka menerima
perubahan yang masuk kedalam suku mereka. Seperti, tekonologi, budaya, dan
masyarakat luar. Sehingga memungkinkan Suku Baduy Luar Berinteraksi dengan
Masyrakat diluar suku.
Ada sebagian
anggota Suku Baduy luar matapencahariannya diluar wilayah Suku Baduy, mereka
menggantungkan nasib mereka dari masyarakat sekitar. Mulai dari bekerja,
berinterkasi, dan komunikasi.
Selain itu, mata pencaharian
masyarakat Baduy adalah bertani dan menjual buah-buahan yang mereka dapatkan
dari hutan. Selain itu Sebagai tanda kepatuhan / pengakuan kepada penguasa,
masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan seba yang masih rutin diadakan
setahun sekali dengan mengantarkan hasil bumi kepada penguasa setempat yaitu
Gubernur Banten. Dari hal tersebut terciptanya interaksi yang erat antara
masyarakat Baduy dan penduduk luar. Ketika pekerjaan mereka diladang tidak
mencukupi, orang Baduy biasanya berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka
dengan berjalan kaki.
Dalam hal
interaksi Suku Baduy dengan masyarakat luar ditemukan di Suku Baduy Luar, mereka menerima masyarakat
luar untuk berinteraksi. Sedangkan, pada Suku Baduy Dalam tidak ada interaksi
dengan masyarakat luar, ini disebabkan Suku Baduy Dalam menolak segala
berhubungan dengan teknologi, budaya, dan interaksi dari masyarakat diluar Suku
Baduy Dalam.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Interaksi
sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons
antar individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok. Suku Baduy yang
merupakan suku tradisional di Provinsi Banten hampir mayoritasnya mengakui
kepercayaan sunda wiwitan.Mayoritas masyarakat Baduy bahasa Sunda namun mereka
tak menutup diri untuk terus mempelajari Bahasa nasional yaitu
berbahasa Indonesia. Tidak adanya interaksi Suku Baduy Dalam dengan Suku Baduy
Luar, tetapi didalam suku itu anggotanya saling berinterkasi. Interaksi Suku
Baduy dengan masyarakat luar hanya berlaku bagi suku baduy luar.
3.2
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. Dinamika Kelompok. http://stikunsap.forumotion.net/t6-
interaksi-sosial-..........dalam-hubungan-antar-manusia.
Diunduh Tanggal 22 November 2011
Anonim. Kebudayaan Suku Baduy Jawa
Barat. http://pakarbisnisonline.blogspot. ..........com/2010/01/kebudayaan-suku-baduy.html . 22 November 2011
Anonim. Kelompok Sosial.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kelompok_sosial . Diunduh
..........Tanggal 22 November 2011
Anonim. Suku Baduy. http://indonesiaindonesia.com/f/91943-suku-baduy/. ………Diunduh tanggal 22 November
2011
Devi, Inaya. Interaksi Sosial
Dengan Masyarakat Suku Baduy. http://sosbud.
..........kompasiana.com/2010/10/20/interaksi-sosial-dengan-masyarakat-suku-..........baduy/.
Diunduh Tanggal 22 November 2011
Hendra. Interaksu Sosial Dalam
Hubungan Antar Manusia. http://stikunsap.
..........forumotion.net/t6-interaksi-sosial-dalam-hubungan-antar-manusia.Diunduh
..........Tanggal 22 November 2011
Nuribdahsari, Tantie. Interaksi
Sosial. http://t4nti.blog.com/2011/02/26/interaksi---..........sosial/.
Diunduh Tanggal 22 November 2011
Soekanto, Soerjono. 2001. Sosiologi
(Suatu Pengantar). Jakarta: Rajawali Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar